SuaraManise.Com .kota Ambon – Sorotan soal kerjasama Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon dengan Jepang yang putus dalam nota kesepakatan kerjasama atau MoU (Memorandum of understanding) di bidang pendidikan yang menjadi topik hangat pembicaraan publik di ranah Media Sosial (Medsos) yang kini mengemuka, akhirnya diklarifikasi pihak Pemkot Ambon melalui Dinas Pendidikan kota ini.

Salah satunya, mengklarifikasi tanggapan akun Facebook Ronny Maail yang menyoroti soal pengembangan pendidikan beasiswa bagi anak-anak yang study di Jepang.

“Data dan fakta bisa saya ungkapkan, di tahun 2014 Pemerintah Kota Ambon melakukan MoU dengan lembaga Internasional Human Service (IHS) yang berlaku dari 2014-2019. Itu berarti MoU itu sudah berakhir di tahun 2019,” kata Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Ambon, Edy Taso dalam keterangan pers di Balai Kota Ambon, baru -baru ini (20/2/2024).

Dikatakan, klarifikasi ini tujuannya memberikan penjelasan akurat kepada masyarakat terkait perkembangan kerjasama pendidikan yang menjadi perbincangan publik beberapa hari belakangan ini.

Dalam klarifikasinya, Edy Taso menjelaskan beberapa point penting tentang kerjasama pendidikan antara Pemkot Ambon dengan Pemerintah Jepang, antara lain: “Pertama, perkembangan kerjasama itu dapat dijelaskan bahwa, di tahun 2014 pemerintah kota melakukan MoU dengan lembaga IHS di Hametsu Japan yang bergerak dalam bidang pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia. Dan itu berlaku dari 2014 hingga 2019, namun tidak ada data atau dokumen yang menunjukkan adanya perpanjangan kerjasama setelah tahun 2019.”

“Pada tahun 2014, dilakukan seleksi untuk memilih anak-anak yang berangkat ke Jepang, sebanyak 13 anak berhasil lolos seleksi dan dikirim ke Jepang dalam dua tahap, dari 10 anak yang melanjutkan pendidikan di Jepang, sembilan di antaranya berhasil melanjutkan ke perguruan tinggi,” tambah Edy Taso.

Sementara mengenai peran Konsultan Pendidikan, Ronny Lopies yang kini menjabat Direktur AMO, yang ditunjuk Dinas Pendidikan selama masa kerjasama, namun masa jabatan konsultan ini berakhir pada tahun 2020.

“Selama pendidikan di Jepang, anak-anak yang terlibat dalam kerjasama ini bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, mengingat biaya hidup yang cukup tinggi di Jepang,” katanya.

“Awalnya, mereka bekerja pada pekerjaan yang tidak membutuhkan komunikasi, namun setelah mereka mampu berkomunikasi dalam bahasa Jepang, mereka mencari pekerjaan yang sesuai dengan minat dan bakat mereka,” timpal Edy Taso.

Namun, ditegaskan bahwa tak ada data atau dokumen yang menunjukkan demikian danya kerjasama antara Pemkot Ambon dengan Pemerintah Jepang atau universitas di Jepang, karena kerjasama antar daerah dengan pemerintah luar negeri atau lembaga non-pemerintah harus mendapatkan persetujuan dari Menteri Dalam Negeri.

Disampaikan, tidak ada pengembalian dana yang dilakukan oleh Pemkot Ambon terkait dengan kerjasama ini, bahkan ucapan terima kasih dilayangkan kepada Pemerintah Jepang atau kampus-kampus di negara matahari terbit itu dapat disampaikan secara tertulis atau via media sosial.

“Dalam hal ini, perlu diingat bahwa pengelolaan pendidikan dasar menjadi kewenangan pemerintah daerah, sedangkan pengelolaan pendidikan tinggi menjadi kewenangan pemerintah pusat,” ujarnya.

Klarifikasi yang disampaikan ini, diharapkan masyarakat bisa memahami fakta sebenarnya mengenai kerjasama pendidikan antara Pemkot Ambon dan Jepang, mengingat keterbukaan informasi dan transparansi merupakan hal yang penting untuk menjaga kepercayaan dan membangun hubungan yang baik antara kedua belah pihak.**(SM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *