Maluku – DPRD Provinsi Maluku mengusulkan kepada Kapolda untuk mencopot Kapolres Maluku Tenggara AKBP Frans Duma, karena dinilai tidak mampu mengatasi konflik yang terjadi di kabupaten tersebut.
Usulan tersebut merupakan salah satu poin penting yang dihasilkan dalam rapat lintas fraksi yang dipimpin Ketua DPRD Maluku Benhur G. Watubun, guna membicarakan persoalan keamanan di Kabupaten Malra, Jumat (21/3/2025).
Rapat yang dipusatkan di ruang Komisi 1 DPRD Maluku itu, ikut dihadiri Wakil Ketua Fraksi Nasdem, Fauzan Rahawarin, Ketua Komisi 1, Solichin Buton, Sekda Maluku Sadali Ie, Kepala Kesbang Pol, Daniel Indey, Asisten III Setda Maluku, Sartono Pining, juga melibatkan unsur perwakilan Polda Maluku, Kodam XV Pattimura, BNN Maluku.
Agenda rapat tersebut, membahas kondisi keamanan Maluku Tenggara, khususnya konflik yang melibatkan para pemuda, belum lama ini terjadi di Landmark Langgur. Peristiwa tersebut mengakibatkan dua orang pemuda meninggal, serta 14 lainnya luka-luka termasuk sembilan personnel polisi.
Selain konflik di Malra rapat tersebut juga membicarakan penyelesaian masalah penambangan ilegal di Gunung Botak, serta pemungutan suara ulang (PSU) di Kabupaten Buru..
Ketua Komisi 1 DPRD Maluku, Solichin Buton, mengatakan, rapat lintas fraksi mengusulkan Kapolres Maluku Tenggara, AKBP Frans Duma, harus dimutasikan. Karena dinilai tidak berhasil menuntaskan konflik di wilayah hukum Polres Malra, bahkan terkesan ikut melanggengkan konflik di kawasan itu.
“Seluruh dalam rapat tadi ini menyetujui Kapolres Malra harus dimutasi, dan kami sudah merekomendasikan ke Kapolda Maluku. Kasus pertikaian antara warga di Malra menyebabkan nyawa orang melayang bukan baru pertama kalinya, tapi berulangkali, sehingga salah satunya kita minta supaya Pak Kapolda mengevaluasi Kapolresnya,” ungkap Solichin Buton.
Tiga agenda rapat yang menjadi kesepakatan rapat tersebut antar lain memutuskan (Forkopimda) membentuk tim terpadu guna melakukan lawatan kerja di Maluku Tenggara. Forum ini dibentuk karena terjadi peredaran narkoba dan miras yang disinyalir menjadi bekingan oknum-oknum aparat keamanan setempat.
“Selama tahun 2024 dan 2025 terdapat 7 kasus, makanya kami minta kepada aparat penegak hukum untuk segera menangkap para pelaku, termasuk oknum-oknum yang diduga ikut terlibat didalamnya, sehingga menimbulkan konflik diantara para pemuda di Maluku Tenggara,” ujar Solichin.
Selain itu, rapat juga memutuskan Pemprov Maluku bekerjasama dengan pihak Kepolisian untuk menuntaskan konflik yang terjadi di lokasi tambang ilegal Gunung Botak. Termasuk mempercepat proses perijinannya sehingga masyarakat bisa beraktivitas dengan baik dan hasilnya dapat dinikmati.
Sedangkan menyangkut PSU di Buru, kapolda dan Pangdam bersama Pemprov Maluku untuk ikut melakukan pengawasan dan pengaman ketat di TPS Desa Debowai, serta proses perhitungan ulang di kantor KPU Buru, sehingga pprosesnya berjalan aman dan lancar