Buru — Kecelakaan laut yang menenggelamkan sebuah speed boat di perairan Batabual dua hari lalu kembali menyisakan duka mendalam. Nyawa manusia kembali melayang di laut yang setiap tahun memakan korban. Tragedi ini bukan sekadar musibah alam — ini adalah potret kelalaian pembangunan yang terlalu lama dibiarkan.
Hingga hari ini, wilayah Batabual di Kabupaten Buru masih terisolasi. Tidak ada akses jalan darat yang menghubungkannya dengan pusat kabupaten. Tidak ada jembatan yang memadai. Satu-satunya jalur transportasi adalah laut, yang setiap musim ombak tinggi berubah menjadi jalur maut bagi warga yang hanya ingin beraktivitas seperti biasa: bekerja, berobat, atau sekadar berbelanja kebutuhan pokok.
Sekretaris DPD Arun Maluku, Ripan Asri Fua, mendesak pemerintah daerah agar segera mempercepat pembangunan jalan lintas Batabual. Desakan itu sangat beralasan. Bagaimana mungkin di tengah semangat pembangunan nasional yang begitu besar, masih ada wilayah di Maluku yang hanya bisa dijangkau lewat laut berisiko tinggi? Kondisi ini jelas bertentangan dengan semangat pemerataan pembangunan yang selalu dijanjikan setiap periode pemerintahan.
Ketiadaan jalan darat dan jembatan bukan hanya soal infrastruktur, tetapi juga soal kemanusiaan. Setiap korban yang hilang di laut Batabual adalah bukti kegagalan pemerintah menghadirkan akses aman bagi warganya. Waktu terus berjalan, dan setiap penundaan berarti memperpanjang penderitaan masyarakat yang terpinggirkan.
Pemerintah Kabupaten Buru dan Pemerintah Provinsi Maluku harus menjadikan pembangunan akses darat menuju Batabual sebagai prioritas mendesak. Sinergi dengan pemerintah pusat harus dibangun untuk memastikan pendanaan dan percepatan proyek infrastruktur yang selama ini hanya berhenti di atas kertas. Tidak ada alasan lagi untuk menunggu.
Batabual tidak boleh terus terisolasi. Setiap tahun sudah cukup banyak nyawa yang menjadi harga dari keterlambatan pembangunan. Jalan darat dan jembatan bukan kemewahan — itu adalah hak dasar warga negara untuk hidup aman dan sejahtera. Sudah saatnya pemerintah hadir, bukan sekadar berjanji.
